DAMPAK UNDER INVOICE.
Salah satu contoh kasus yang dimuat di buku " Konsultan Pajak = Pencuri Pajak? "
Perusahaan kami kebetulan mendapat fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), karena sekarang setiap impor PPN nya harus dibayar, ada yang menyarankan untuk harga di PIB diperkecil supaya PPN nya lebih kecil, tetapi kami masih ragu mengenai hal tersebut, kira-kira apa dampaknya bagi kami kalau harga di PIB berbeda dengan harga belinya?
PIB (Pemberitahuan
Impor Barang) yang dilampiri SSP dan atau bukti pungutan pajak
oleh Dirjen Bea dan Cukai untuk impor BKP merupakan dokumen yang diperlakukan sebagai Faktur
Pajak Standar.Sehingga PPN atas Impor dapat digunakan sebagai Pajak Masukan
dalam perhitungan PPN Terutang Perusahaan. Harga yang tertera di PIB harusnya sama
dengan nominal yang tertera dalam commercial
invoice sebagai salah satu dokumen pelengkap PIB tadi. Nominal pembelian
ini juga tentunya harus sama dengan yang dilaporkan di Laporan Keuangannya.
Mungkin, untuk PIB, invoice dan laporan Keuangan mash dapat di atur dan diolah
oleh Wajib Pajak sehingga semuanya sama padahal kenyataannya antara
dokumen-dokumen tersebut tidak sama dengan harga beli yang terjadi. Hal ini
bisa sangat jelas terlihat rekening koran. Transaksi impor melibatkan supplier
dari Luar Negeri, sehingga pembayarannya pasti melalui Transfer antar bank.
Jika nominal PIB dan harga beli tidak sama akan terdeteksi dari uang yang
keluar untuk pembayaran impor yang berbeda dari nilai sesuai PIB ataupun
invoice.
Wajib Pajak
dalam hal ini perusahaan/badan, melakukan penurunan nilai PIB dengan harapan
akan dapat “menghemat” PPN Impor dan PPh
22 atas impor yang harus dibayar. Padahal jika dilihat lebih mendalam, hal ini
malah akan merugikan perusahaan di sisi PPh Badannya. Bagaimana tidak, jika PIB
kecil maka pembelian selaku komponen dari Harga Pokok Produksi akan lebih kecil
juga. Jika Penjualan besar dan dilaporkan sesuai dengan kenyataan sedangkan PIB
kecil maka kemungkinan Laba perusahaan juga akan besar. Belum lagi jika muncul
ketidak wajaran nominal Kas dan setara kas karena uang yang dibayar (pada
kenyataannya) lebih besar daripada yang tercatat (sesuai PIB/invoice). Jika perusahaan
berpotensi untuk diperiksa, kemudian diperiksa oleh fiskus maka akan ditemukan
adanya kecurangan yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang sanksinya tentu tidak
main-main bahkan
sampai sanksi pidana.
Contoh Kasus:
PT. INDAH KARYA ANUGERAH (PT. IKA) adalah perusahaan
yang memproduksi tas yang dikhususkan untuk penjualan ekspor. Dalam memenuhi
kebutuhan bahan untuk kegiatan produksinya, PT. IKA melakukan transaksi
pembelian lokal maupun impor.PT. IKA mendapat fasilitas KITE, sehingga atas
impornya harus membayar PPN dan PPh 22.Penjualan dan pembelian lokal di Laporan
Laba Rugi telah dicatat sesuai dengan bukti/dokumen dan sesuai dengan
kenyataan.Sedangkan untuk Impornya, PT. IKA mengecilkan nilainya agar bisa
impor dalam jumlah banyak tetapi kuota masih ada dan untuk mengurangi PPN serta
PPh 22 yang harus dibayar. Laporan terkait transaksi ini tersaji sebagai
berikut:
Data:
Laporan Laba Rugi
PT. INDAH KARYA ANUGERAH
LAPORAN LABA RUGI Untuk periode yang berakhir pada 31 Desember 2012 |
|||
|
|
||
Penjualan Lokal
|
20.000.000.000
|
||
Penjualan Ekspor
|
35.000.000.000
|
||
Total Penjualan
|
55.000.000.000
|
||
HPP:
|
|
||
Persediaan Awal
|
1.000.000.000
|
|
|
Pembelian lokal
|
10.000.000.000
|
|
|
Pembelian Impor
|
15.000.000.000
|
|
|
Persediaan Akhir
|
(750.000.000)
|
|
|
Overhead Pabrik
|
5.000.000.000
|
|
|
Total HPP
|
30.250.000.000
|
||
Laba Kotor
|
24.750.000.000
|
||
Biaya Umum dan Administrasi
|
12.500.000.000
|
||
Laba Bersih
|
12.250.000.000
|
||
Pendapatan (Beban Lain-lain)
|
1.250.000.000
|
||
Laba Sebelum Pajak
|
13.500.000.000
|
||
Pajak Terutang
|
3.375.000.000
|
||
Laba Setelah Pajak
|
|
10.125.000.000
|
Pembelian impor sesuai PIB dan bukti lainnya yang
dilaporkan di Laporan Laba Rugi hanya sebesar Rp 15.000.000.000, sedangkan
sesuai kenyataan nilai impor seharusnya adalah Rp 20.000.000.000.
Bagaimana dampak dari pengurangan nilai PIB ini bagi
PT. IKA?
Penyelesaian:
PPN dan PPh 22 atas Impor (asumsi
memiliki API)
|
|
Nilai PIB (diturunkan):
|
|
PPN (10% x Rp 15.000.000.000)
|
1.500.000.000
|
PPh 22 (2,5% x Rp 15.000.000.000)
|
375.000.000
|
Total
|
1.875.000.000
|
|
|
Nilai PIB (sebenarnya):
|
|
PPN (10% x Rp 20.000.000.000)
|
2.000.000.000
|
PPh 22 (2,5% x Rp 20.000.000.000)
|
500.000.000
|
Total
|
2.500.000.000
|
Laporan Laba Rugi dengan nilai impor yang sebenarnya:
PT. INDAH KARYA ANUGERAH
LAPORAN LABA RUGI Untuk periode yang berakhir pada 31 Desember 2012 |
|||
|
|
||
Penjualan Lokal
|
20.000.000.000
|
||
Penjualan Ekspor
|
35.000.000.000
|
||
Total Penjualan
|
55.000.000.000
|
||
HPP:
|
|
||
Persediaan Awal
|
1.000.000.000
|
|
|
Pembelian lokal
|
10.000.000.000
|
|
|
Pembelian Impor
|
20.000.000.000
|
|
|
Persediaan Akhir
|
(750.000.000)
|
|
|
Overhead Pabrik
|
5.000.000.000
|
|
|
Total HPP
|
35.250.000.000
|
||
Laba Kotor
|
19.750.000.000
|
||
Biaya Umum dan Administrasi
|
12.500.000.000
|
||
Laba Bersih
|
7.250.000.000
|
||
Pendapatan (Beban Lain-lain)
|
1.250.000.000
|
||
Laba Sebelum Pajak
|
8.500.000.000
|
||
Pajak Terutang
|
2.125.000.000
|
||
Laba Setelah Pajak
|
|
6.375.000.000
|
Perbandingan:
Total Pajak yang harus dibayar:
|
|||
|
PIB dikecilkan
|
PIB sebenarnya
|
Selisih
|
PPN Impor
|
1.500.000.000
|
2.000.000.000
|
500.000.000
|
PPh 22
|
375.000.000
|
500.000.000
|
125.000.000
|
PPh KB Psl.29 (asumsi tidak ada kredit pajak)
|
3.375.000.000
|
2.125.000.000
|
1.250.000.000
|
|
5.250.000.000
|
4.625.000.000
|
625.000.000
|
Dari ilustrasi di atas dapat kita ketahui bahwa, niat
PT. IKA adalah menghemat PPN impor sebesar Rp 500.000.000 dan PPh 22 sebesar Rp
125.000.000. Tetapi tanpa disadari, PT. IKA malah akan melakukan pemborosan
dalam pembayaran PPh tahunannya sebesar Rp 1.250.000.000. Sehingga total
pemborosan jika PT. IKA tetap mengecilkan nilai PIBnya adalah sebesar Rp
625.000.000. Selain itu, jika diketahui oleh fiskus bahwa PT. IKA telah memanipulasi
data maka akan kena pasal dugaan tindak pidana perpajakan yang
akan ditindaklanjuti ke Pemeriksaan bukti permulaan. Belum lagi ditambah dengan sanksi
kepabeanan yang dijatuhkan Bea cukai karena nantinya juga akan diaudit bea
cukai. Oleh karena itu diperlukan pemahaman fasilitas dengan perhitungan yang
matang, ibaratnya fasilitas KITE hanya menangguhkan bea masuk kalau hasil
produksinya di ekspor akan dibebaskan bea masukknya, sedangkan PPN bila lebih
bayar bisa diajukan restitusi dan PPh pasal 22 sebagai kredit pajak di akhir
tahun. Kesimpulannya tindakan mengecilkan harga yang tercantun di PIB adalah
tindakan yang salah fatal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar